Skip to main content

About Me


Namaku Wahyudhi.
Wahyudhi Hatmoko lengkapnya.
Tapi panggil saja aku Yudhi.

Aku lahir di lingkungan biasa-biasa saja. Semenjak kecil aku juga hanya anak yang biasa-biasa saja. Hidup di dusun rindang penuh pepohonan, melewati pematang sawah saat sekolah. Ya, biasa saja sebelum pindah ke lingkungan perumahan gersang (waktu itu) dan ketemu temen-temen yang jauh lebih kota.

Hidup di lingkungan heterogen membuat pola pikirku kupaksakan berbeda dari orang lain. Saat orang lain memiliki sesuatu, belum tentu aku mampu punya hal yang sama. Orang tuaku selalu mengajarkan bahwa mendapatkan sesuatu dengan bekerja keras akan lebih manfaatnya daripada sekedar meminta.

Aku gak banyak punya mainan yang funky, paling-paling kelereng, yoyo atau layang-layang. Paling top dulu punya mobil truk dari kayu, tapi gak laku dibanding tamiya dan gameboy punya temenku.

Mungkin karena itu pula "terpaksa" masa kecilku lebih banyak membuang waktu dengan bermain Catur (biasanya diajak tanding sama bapak), setelah puas memandangi teman-teman yang asik mengubah-ubah bentuk robot transformer mereka.

Tapi itu tak berlangsung lama, teman-temanku mulai tertarik dan minta diajari bermain Catur karena penasaran. Satu persatu teman-teman mulai punya kegiatan baru. Beli permainan Catur yang lebih mini, Halma atau sejenisnya sementara aku sudah mulai berubah profesi menjadi tukang corat-coret.

Hobi baruku menulis dan menggambar. Bener-bener nekad walau tidak punya bakat.
Aku paling tidak suka melihat kertas yang bersih. Biasanya tanganku gatal untuk sekedar mencorat-coret, menggambar apapun atau menulis apapun. Saat ada kertas dan pensil aku pasti merasa memiliki segalanya. Aku punya dunia. Aku bisa membuat apapun yang aku suka. Itu dulu pikiranku.

Aku dulu punya koleksi gambar wayang di atas karton bekas susu formula, punya koleksi puisi2an nekad di tepi2 koran dan majalah, atau sekedar tokoh superhero ga jelas dibalik kalendernya bapak.

Saat ini aku bekerja di lingkungan pendidikan. Mencoba menerapkan apa yang disebut belajar, mengajar, mendidik dan terdidik. Layaknya hobi yang kutekuni tanpa dasar bakat, di dunia pendidikan aku serasa memiliki kertas dan pensil yang siap kuajak beraksi. Di sini aku mencoba membagi segala sesuatu yang kupahami dan yang kumengerti. Mungkin hanya itu cara yang bisa kulakukan untuk mensyukuri semua karunia-Nya ini.

Nah tak lagi perlu yakinkan kalian kan, bahwa lembaran situs ini hadir begitu saja.
Bukan apa-apa, sekedar untuk melempar tinggi-tinggi segumpal emosi, menendang jauh bayang dan ilusi, serta meniup asa lewat imaji. Agar tak terbuang tanpa arti.

Selamat datang di yudhination,
Meminjam salam klub bermainku bersama teman2 waktu itu.. "Mari kita tendang isi dunia!"

Salam Pramuka,
Wahyudhi Hatmoko a.k.a yudhiwahyu
 

Popular posts from this blog

Dear bibeh...

Dear bibeh, Mungkin aneh ya, menulis surat beginian di weblog. Tapi itu lebih asik daripada mengirimkannya lewat sms. Dikau tau kan sms itu aslinya untuk apa? sejarahnya dulu SMS itu kependekan dari short message service atawa layanan pesan pendek. Teknologi untuk bertukar pesan singkat, tapi sekarang orang2 pada ga paham maksud munculnya teknologi sms, taunya kirim pesan, perkara pendek lah panjang lah yang penting pesan.. itulah kenapa aku (sebelumnya) ga pernah jarang nulis pesan panjang di sms. Nyalahi sejarah. Hadeeh malah nyasar ne.. Beibs.. masih ingat banget kan? Pas jam segini, pas dua tahun lalu. Pas sebelumnya aku terbangun dengan perasaan campur aduk seperti sop buah. Hmmm.. yah mau kutulis apalagi ya karena memang demikian. Campur aduk itu mungkin lebih tepatnya karena pagi itu begitu grogi. Yah, bagaimana tidak grogi. Jam 10 tepat nanti aku harus berucap janji di hadapan alam raya dan segala isinya untuk setia padamu. It's about love and you Hmmm.. hehehe..

Aku, Bapak dan Nyepi

Tahun ini Nyepi pertama tanpa hadirnya sosok bapak. Sosok yang selalu mengingatkanku akan keberanian, kecepatan dan kesempurnaan dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab. Aku mungkin satu-satunya anak di bumi yang tak pernah sekalipun merasakan amarah seorang ayah. Bukan karena aku baik, bukan karena aku penurut. Masa kecilku hingga saat ini tak pernah berubah. Aku ini pemberontak, pembangkang, pemalas, lamban, suka menentang, dan parahnya aku menikmati itu semua. Mungkin karena itu, bapak dahulu lebih suka menasehatiku dengan perilaku. Saat aku tak bisa bangun pagi, bapak sudah duduk di teras, membaca kedaulatan rakyat, ditemani segelas teh panas dan beberapa potong ubi rebus. Kadangkala bapak sengaja memanggilku keras, "Yud.. sekolahmu masuk koran nih.. eh.. nanti sore PSS tanding yaa.. ?!" Anaknya yang tak tau malu ini biasanya langsung meloncat, cuci muka sekedarnya dan langsung ikutan menyikat koran dan ubi rebus yang tinggal satu.

Taman Lampion di Monjali

Akhirnya, setelah beberapa kali hanya sekedar lewat, kemaren sabtu di malam hari (baca: malam minggu) bisa menyempatkan diri juga ke tempat wisata unik. Jogja memang ngetop kalau masalah unik. Apa saja bisa jadi tempat wisata. Dan selalu saja ada ide kreatif untuk membangun tempat menjadi lahan wisata. Kali ini target tujuan kami adalah Monumen Jogja Kembali. Ke Monjali? Di Malam Hari? yang bener saja...? Iya, bener.. ini buktinya.. :) Monumen Jogja Kembali (di Jogja dipanggil Monjali) memang biasanya tidak dibuka sampai malam. Kalau kenapanya, ya mungkin anda harus menonton Night at The Museum dulu.. hehe..