Skip to main content

Facebook : Dunia Sempit Tanpa Privasi ?

Buka-buka folder masa Pendidikan Latihan (menjadi) Guru, menemukan tulisanku di jaman dulu. Ceritanya, dulu itu ada tugas bikin artikel yang up to date.. Hmmm sepertinya masih menarik untuk dibaca. Judul di ketikanku waktu itu persis seperti yang terlulis di atas.

Daripada dibuang percuma. mendingan di share aja ya di sini. Selamat menikmati. Semoga gak terlalu basi.

---



Facebook : Dunia Sempit Tanpa Privasi ?
(ditulis untuk tugas artikel bebas PLPG Gelombang XIV, LPMP DIY, Sept 2009)


Pergeseran nilai di masyarakat, terutama generasi mudanya, telah menjadi sesuatu yang biasa. Teknologi informasi khususnya internet memang tak selamanya membawa dampak positif. Beberapa generasi muda mulai mengalami keterasingan dengan dunia (nyata) dan lingkungan sosial sekitar, mulai kehilangan proses interaksi/kontak secara langsung dengan makhluk sosial lain dan mulai tidak tidak ada lagi privasi di antara mereka sebagai pengguna internet.


1. Keterasingan dengan dunia sosial sekitar
Generasi sekarang telah mengenal dunia di luar sana, tetapi malah tidak mengenal dunia sekitarnya. Seseorang remaja bisa sangat banyak memiliki sahabat dari berbagai daerah bahkan dari belahan dunia yang belum pernah kita dengar, namun minim sahabat dari lingkungan sekitarnya yang tak begitu luas.

2. Hilangnya proses interaksi/kontak secara langsung
Memudarnya kebiasaan kontak langsung dengan makhluk sosial lain, lambat laun memudarkan rasa empati, rasa kepedulian, mudah terjerumus ke dalam dunia yang belum kita kenal, karena semua hal terlihat abu-abu. Tidak tahu mana hitam, mana putih.

3. Privasi bukan lagi sesuatu yang istimewa.
Tidak ada lagi privasi di internet. Tidak ada yang aman di internet. Internet bukanlah rumah dengan dinding-dinding baja penuh kunci-kunci rahasia. Internet hanyalah lautan lepas tanpa batas. Semua surfer bisa saja menuju ke tempat manapun yang dia inginkan asal mampu. Ada hal menarik yang mestinya kita tahu jika ingin tetap bertahan di dunia internet ”Bersiaplah ’membuka’ orang lain dan yakinlah anda juga bisa ’dibuka’ orang lain”. Informasi yang semestinya bukan untuk kita bisa saja kita dapatkan dengan mudah. Sebaliknya, informasi rahasia kita mungkin tak sempat lagi kita simpan di tempat yang aman.

Begitu menarik berbicara tentang privasi. Di satu sisi, kita selalu mengutarakan bahwa privasi adalah segala-galanya yang paling rahasia. Namun di sisi lain kita begitu tergoda untuk mengungkapkannya.

Sebelumnya, perlu diingat. Tidak ada yang aman di internet. Internet bukanlah rumah dengan dinding-dinding baja penuh kunci-kunci rahasia. Internet hanyalah lautan lepas tanpa batas. Semua surfer bisa saja berselanjar menuju ke tempat manapun yang dia inginkan, asal mampu.



Saat anda memutuskan untuk berinteraksi dengan internet. Bersiaplah dua hal. Bersiaplah ’membuka’ orang lain dan bersiaplah juga mungkin anda bisa ’dibuka’ orang lain. Informasi yang semestinya bukan untuk kita bisa saja kita dapatkan dengan mudah. Sebaliknya, informasi rahasia kita mungkin tak sempat lagi kita simpan di tempat yang aman. Semua itu terjadi di internet. Di banyak tempat di internet. Terutama dalam fasilitas jejaring sosialnya. Facebook salah satunya. Salah satu yang terkenal.

Perkembangan facebook memang gila-gilaan. Dia bisa menjadi sesuatu yang lebih digemari daripada jagung bakar atau es jeruk, di sela kesibukan dan rutinitas. Sebenarnya saya iseng-iseng mendapatkan akun di facebook. Mungkin belum genap setengah tahun. Saya akhirnya memutuskan mendaftarkan diri di facebook pertama karena risih dengan komentar teman-teman, yang mengatakan ”gak fesbukan gak cihui!”. Hal kedua kenapa saya ’terpaksa’ bikin rumah di facebook karena tuntutan perkembangan bahan ajar di sekolah. Siswa-siswa di jenjang pendidikan manapun telah dituntut menguasai kemampuan berinternet, sehingga mau tidak mau sebagai pendidik saya juga harus up to date. Setidaknya up to date untuk anak didik saya. Bukankan kita semestinya terlebih dahulu mengerti tentang mesin pesawat sebelum mengajar anak-anak jenis-jenis dan konstruksi pesawat?

Dulu saya pikir nasib akun facebook saya tak akan jauh beda dengan akun friendster saya yang mungkin begitu lama tidak pernah diupdate lagi sehingga cuma menjadi penghias di langit internet. Ternyata beda. Ada sesuatu yang membuat facebooker begitu betah menjaga rumah mereka, menghiasi dinding mereka, mengapdate album foto mereka, mengajak teman-teman mereka untuk meramaikan status mereka, dan banyak lagi yang bisa dilakukan facebooker.  Semua kegiatan itu jelas ada manfaat dan kerugiannya.

Setelah beberapa waktu di facebook saya segera ”ketemu” dengan teman-teman lama saya, yang sekian waktu tak pernah ada komunikasi. Saya juga mendapatkan informasi, tulisan-tulisan maupun foto-foto menarik dari berbagai teman. Tanpa disadari, kegiatan ”sederhana” semacam itu telah menjadi idola tersendiri bagi hampir semua kalangan. Maaf mungkin bukan sekedar idola, lebih tepat semacam kewajiban.

Tengok saja dalam beberapa kesempatan. Ruang kelas selalu sepi pada saat-saat tertentu. Namun, siswa kadangkala bukan ’menyepikan diri’ karena memperhatikan materi pelajaran. Mereka lebih suka memainkan jarinya menekan tombol-tombol ponsel berfasilitas GPRS bahkan 3G, untuk mengarungi lautan facebook, mengomentari teman cyber-nya yang secara tidak sadar telah mengungkapkan hal yang dulu sangat ditutupi, seperti ”hiks, jerawatku nambah lagi…”. Siswa jauh lebih tertarik ikut mengobral komentar daripada mendengarkan guru yang sedang mengajar di depan kelas (yang kadangkala juga istirahat sebentar untuk facebook-an).

Namun yang paling membahayakan jika tidak ada kendali, facebooker semakin hari semakin menganggap facebook adalah sarana curhat. Adalah hal yang biasa menuliskan sesuatu yang sangat ingin dia ungkapkan saat itu juga. Tanpa disadari seluruh dunia tahu apa yang sedang kita lakukan. Bukan dunia yang mencari, tetapi kita yang memberitahukan. Lalu dimana privasi itu ?

Yang lebih mengejutkan facebook begitu pesat menguasai ’penggemarnya’. Jadi, disadari ataupun tidak, aplikasi semacam facebook seperti virus. Setiap saat akan mulai mengganggu rutinitas, mulai menggantikan rutinitas dan bahkan menjadi rutinitas baru.


Comments

Popular posts from this blog

Dear bibeh...

Dear bibeh, Mungkin aneh ya, menulis surat beginian di weblog. Tapi itu lebih asik daripada mengirimkannya lewat sms. Dikau tau kan sms itu aslinya untuk apa? sejarahnya dulu SMS itu kependekan dari short message service atawa layanan pesan pendek. Teknologi untuk bertukar pesan singkat, tapi sekarang orang2 pada ga paham maksud munculnya teknologi sms, taunya kirim pesan, perkara pendek lah panjang lah yang penting pesan.. itulah kenapa aku (sebelumnya) ga pernah jarang nulis pesan panjang di sms. Nyalahi sejarah. Hadeeh malah nyasar ne.. Beibs.. masih ingat banget kan? Pas jam segini, pas dua tahun lalu. Pas sebelumnya aku terbangun dengan perasaan campur aduk seperti sop buah. Hmmm.. yah mau kutulis apalagi ya karena memang demikian. Campur aduk itu mungkin lebih tepatnya karena pagi itu begitu grogi. Yah, bagaimana tidak grogi. Jam 10 tepat nanti aku harus berucap janji di hadapan alam raya dan segala isinya untuk setia padamu. It's about love and you Hmmm.. hehehe..

Aku, Bapak dan Nyepi

Tahun ini Nyepi pertama tanpa hadirnya sosok bapak. Sosok yang selalu mengingatkanku akan keberanian, kecepatan dan kesempurnaan dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab. Aku mungkin satu-satunya anak di bumi yang tak pernah sekalipun merasakan amarah seorang ayah. Bukan karena aku baik, bukan karena aku penurut. Masa kecilku hingga saat ini tak pernah berubah. Aku ini pemberontak, pembangkang, pemalas, lamban, suka menentang, dan parahnya aku menikmati itu semua. Mungkin karena itu, bapak dahulu lebih suka menasehatiku dengan perilaku. Saat aku tak bisa bangun pagi, bapak sudah duduk di teras, membaca kedaulatan rakyat, ditemani segelas teh panas dan beberapa potong ubi rebus. Kadangkala bapak sengaja memanggilku keras, "Yud.. sekolahmu masuk koran nih.. eh.. nanti sore PSS tanding yaa.. ?!" Anaknya yang tak tau malu ini biasanya langsung meloncat, cuci muka sekedarnya dan langsung ikutan menyikat koran dan ubi rebus yang tinggal satu.

Taman Lampion di Monjali

Akhirnya, setelah beberapa kali hanya sekedar lewat, kemaren sabtu di malam hari (baca: malam minggu) bisa menyempatkan diri juga ke tempat wisata unik. Jogja memang ngetop kalau masalah unik. Apa saja bisa jadi tempat wisata. Dan selalu saja ada ide kreatif untuk membangun tempat menjadi lahan wisata. Kali ini target tujuan kami adalah Monumen Jogja Kembali. Ke Monjali? Di Malam Hari? yang bener saja...? Iya, bener.. ini buktinya.. :) Monumen Jogja Kembali (di Jogja dipanggil Monjali) memang biasanya tidak dibuka sampai malam. Kalau kenapanya, ya mungkin anda harus menonton Night at The Museum dulu.. hehe..